Pdt. Ester Pudjo Widiasih, Ph.D.

ester3Biodata Singkat
Formator Spiritual Ekumenis
Pengampu MK: Liturgika dan Musik Gereja
Email: ester.widiasih@stftjakarta.ac.id
KARYA ILMIAH:

1. “Ratapan dalam Ibadah”

Dalam Jurnal: Jurnal SOPHIA, Vol. 1 No. 2, Agustus 2000. ISSN: 1411-3503. PERWATI. pp. 30-38.

Abstraksi: Ratapan jarang ditemukan dalam ibadah di gereja, padahal tradisi Alkitab menempatkan ratapan sebagai bentuk doa yang mengungkapkan keluhan, rasa marah, dukacita, keputusasaan dan protes kepada Allah. Melalui ratapan yang ditemukan dalam Mazmur ratapan maupun narasi kesengsaraan Yesus, tergambar sebuah hubungan khusus antara Allah dengan manusia yakni sebuah keberpihakkan Allah kepada mereka yang menderita. Namun dalam pandangan teologi klasik, ratapan dianggap sebagai aktivitas yang tidak sejalan dengan pemahaman umat Kristen sebagai orang yang sudah dibarui dan dimenangkan. Teologi modern abad 20, termasuk teologi feminis, menempatkan kembali ratapan sebagai bagian yang penting dalam ibadah karena ratapan dapat mengungkapkan kemarahan dan kepedihan atas ketidakadilan yang ada di dunia. Ratapan memberikan ruang bagi manusia untuk jujur di hadapan Allah serta menyuarakan penderitaan agar tidak hanya dipendam. Ratapan dalam ibadah juga menggerakkan manusia ke arah harapan dan pujian kepada Allah.

Kata-kata Kunci: ratapan, meratap, Mazmur ratapan, teologi feminis, keberpihakkan Allah, harapan dan pujian

Lihat Artikel: Jurnal Sophia Vol. 1 No. 2 – Agustus 2000

2. “Singing Ecumenical Songs with One Voice”

Dalam Jurnal: Jurnal Proklamasi, No. 9 Vol. 8, September 2008. ISSN: 1412-9701. Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta. pp. 15-35.

Abstraksi: Una voce dicentes (dengan satu suara) adalah cara menyanyi dalam ibadah yang diidealkan oleh para bapa gereja pada masa gereja perdana. Nyanyian jemaat dengan satu suara menjadi indikasi dan metaphor persatuan jemaat Kristen. Selanjutnya, nyanyian jemaat juga menjadi pemecah jemaat dan penunjuk identitas suatu gereja. Akibat pengaruh gerakan ekumenis, pembaruan liturgi (the liturgical movement) dan arus globalisasi, terbuka luas kesempatan bagi gereja di seluruh dunia untuk saling mengenal, belajar bahkan “meminjam” tata cara beribadah pada umumnya, dan nyanyian jemaat pada khususnya. Saat ini, gereja-gereja Barat bersemangat untuk belajar dari gereja-gereja hasil pekabaran Injil, dan mereka sendiri juga mau saling belajar. Artikel ini mengungkap arti una voce dicentes yang diberlakukan oleh gereja perdana sebagai tanda persatuan jemaat Kristen mula-mula. Intinya adalah, bagaimana nyanyian jemaat yang bersifat kontekstual justru dapat menjadi salah satu pemersatu gereja di seluruh dunia, berdasarkan makna metafora “rumah tangga” dalam diskursi teologi ekumenis.

Kata-kata Kunci: Ecumencial Songs, Congregational Singing, Ecumencial Movement, Liturgical Movement, Ecumenical Worship, Inculturation, Contextualization

Lihat Artikel: Jurnal Proklamasi No. 9 Vol. 8 – September 2008

 

 3. “Fencing The Lord’s Table”

Dalam Jurnal: Jurnal SOLA EXPERENTIA, Vol. 1 No. 2, Oktober 2013. ISSN: 2337-6813. Unit Publikasi dan Informasi STT Jakarta. pp. 167-182.

Abstraksi: A Feature of the practice of the holy communion in Calvinist churches is the calling of those who are considered worthy or unworthy to partake in the sacred meal. John Calvin mentions explicitly and in detail who is unworthy and worthy. The article discusses the background on the practice during the life of Calvin in the sixteenth century. It must be understood as an effort to educate and pastor the church members, since most of them are new to the Protestant teaching. Calvin believed, that when the Lord’s communion is celebrated and the Eucharistic elements are enjoyed, they are united with the Christ and with one another as Christ’s mystical body. Therefore, the emphasis on holiness as a requirement and as a fruit of partaking the holy communion is an important fearure of the Calvinist church.

Kata-kata Kunci: John Calvin, Genevan Church, Eucharist, Holy Communion, Fencing The Lord’s Table, Protestantism, Consistory

Lihat Artikel: Jurnal Sola Experientia, Vol. 1 No. 2 – Oktober 2013

 

      4. “Survey of Reformed Worship in Indonesia”

Dalam Buku: Christian Worship in Reformed Churches Past and Present (editor: Lukas Vischer), 2003

ISBN: 0-8028-0520-5. Wm. B. Eerdmans Publishing Co., pp.. 175-193.

Abstraksi: Dalam artikel ini penulis menyajikan secara singkat sejarah peribadahan di gereja Protestan di Indonesia. Agama Kristen diperkenalkan di bumi Indonesia seiring dengan kedatangan orang-orang asing dari Barat, khususnya bangsa Portugis dan Belanda. Mereka membawa serta kebudayaan dan bahasa yang mereka kenal, yaitu budaya dan bahasa Portugis dan Belanda. Para misionaris yang datang ke Indonesia pun memperkenalkan kekristenan sesuai dengan tradisi Barat, termasuk cara beribadah. Oleh karena itu, ibadah kristiani yang berkembang di gereja-gereja Protestan pun sangat dipengaruhi oleh budaya Barat. Nyanyian jemaat yang dinyanyikan dalam ibadah hari Minggu, misalnya, sebagaian besar dikarang oleh para penulis lagu dan syair dari Eropa dan Amerika. Gereja dan peribadahan yang dilakukannya sangat bercorak Barat, sehingga orang-orang Kristen sering dicurigai sebagai kaki tangan para penjajah dan agama Kristen pun disebut sebagai agama penjajah. Namun demikian, dengan kehadiran para misionaris lokal pada abad 19, seperti Kyai Sadrach di Jawa Tengah dan Coolen di Jawa Timur, budaya lokal pun turut mewarnai tata cara beribadah. Contoh yang terkenal adalah, Coolen dan Sadrach menggunakan tembang-tembang Jawa yang syairnya berisi ajaran Kristen sebagai nyanyian umat. Setelah Indonesia merdeka dan gereja-gereja Protestan tidak lagi berada di bawah asuhan gereja-gereja Protestan Belanda, ibadah kristiani masih memperlihatkan corak kebaratan. Di pihak lain, ada pula upaya untuk melakukan kontekstualisasi atau inkulturasi ibadah sesuai dengan budaya tradisional suku-suku di Indonesia. Namun, disadari pula bahwa budaya Indonesia itu sangat kompleks dan beragam, sehingga tidak bisa kita hanya berbicara tentang satu bentuk ibadah gereja Protestan. Oleh sebab itu, gereja-gereja Protestan di Indonesia ditantang untuk dapat merancang suatu ibadah yang kontekstual menurut situasi dan budaya masyarakat di mana gereja tersebut berada. Jadi pertanyaan yang harus dijawab adalah bagaimana umat dapat beribadah kepada Allah di tengah konteks tertentu sehingga umat dapat hidup selaras dengan masyarakatnya dan dapat diperkuat untuk menyatakan kasih Allah bagi dunia di sekelilingnya.

Kata-kata Kunci: ibadah, peribadahan, kontekstualisasi ibadah, kontekstualisasi ibadah di Indonesia, nyanyian jemaat, misi di Indonesia

Lihat Cover: Survey of Reformed Worship in Indonesia – Buku Christian Worship in Reformed Churches – 2003

 

5. “Ritual dalam Kehidupan Berjemaat”

Dalam Buku: Seberkas Bunga Puspa Warna: Books of Friends 75 Tahun Pdt. H.A. van Dop (editor: Binsar J. Pakpahan), 2010. ISBN: 978-979-3010-46-5. Yayasan Musik Gereja (YAMUGER). pp. 129-163.

Abstraksi: Ritual, yang berasal dari kata ritus – tindakan ritual khusus yang sengaja dibedakan dari tindakan umum, menjadi salah satu unsur sentral dalam peribadahan, walaupun dalam perkembangan Kristen Protestan di Indonesia, gereja lebih memfokuskan diri pada kata-kata dibandingkan dengan ritual. Ritual seringkali diidentifikasikan pada tindakan-tindakan yang bersifat komunal, tradisional dan berakar pada kepercayaan ilahi. Penulis artikel menggunakan kerangkan berpikir Catherine Bell untuk mengkategorikan beberapa jenis ritual, salah satunya rite of passage, atau ritus perjalanan lintas. Ritus ini digunakan untuk mendramatisir peristiwa penting dalam sebuah peralihan kehidupan. Dalam peribadahan, ritual merupakan sebuah aksi yang mengkomunikasikan simbol serta menghadirkan peristiwa simbolik yang ada agar menjadi nyata. Ritual juga berhubungan dengan tubuh karena melalui ritual,manusia beribadah menggunakan seluruh kemampuan inderawinya. Ritual juga menciptakan persekutuan dan menciptakan makna baru dalam memahami sebuah nilai atau peristiwa.

Kata-kata Kunci: ibadah, ibadah Kristen, ritual, ritus, rites of passage, peristiwa, simbol, tubuh

Lihat Cover: Ritual dalam Kehidupan Berjemaat – Buku Seberkas Bunga Puspa Warna – 2010

6. “Gereja sebagai tempat beribadah”

Dalam Buku: Arsitektur dan Liturgi Gereja (Prosiding Studi Institut PERSETIA 2014), 2015. ISBN: 978-979-3130-16-3. PERSETIA. pp. 153-176.

Lihat Artikel Lengkap: Gereja sebagai tempat beribadah

 

7. “Liturgi Feminis: Liturgi yang Merangkul”

Dalam Buku: Mengevaluasi Arah dan Karakter Teologi Feminis Kristen di Indonesia, 2015. ISBN: 978-979-3130-14-9. PERSETIA. pp. 123-127.

Lihat Artikel Lengkap: Liturgi Feminis: Liturgi yang Merangkul

Leave a Reply

Your email address will not be published.